Manchester City Football Club, yang dulu dikenal sebagai salah satu klub yang lebih sering berada di bawah bayang-bayang rival sekotanya, Manchester United, kini telah berubah menjadi salah satu kekuatan dominan dalam sepak bola Inggris dan Eropa. Perubahan drastis ini dimulai pada tahun 2008, ketika klub diakuisisi oleh Sheikh Mansour bin Zayed Al Nahyan, seorang anggota keluarga kerajaan Abu Dhabi. Di bawah kepemilikan Sheikh Mansour, Manchester City mengalami transformasi luar biasa yang tidak hanya mengubah nasib klub, tetapi juga mengubah lanskap sepak bola Inggris secara keseluruhan.
Sebelum era Sheikh Mansour, Manchester City memiliki sejarah panjang yang penuh dengan pasang surut. Klub ini didirikan pada tahun 1880 sebagai St. Mark’s dan kemudian berubah menjadi Manchester City pada tahun 1894. Selama lebih dari satu abad, City sempat meraih beberapa trofi, termasuk gelar liga pada tahun 1937 dan 1968. Namun, sebagian besar sejarah mereka dihabiskan dalam ketidakpastian, seringkali harus berjuang di divisi yang lebih rendah dan dihadapkan pada masa-masa sulit secara finansial. Namun, segala sesuatu berubah ketika Sheikh Mansour, melalui City Football Group, mengambil alih klub pada tahun 2008.
Akuisisi oleh Sheikh Mansour menandai awal dari era baru. Dengan kekayaan pribadi yang sangat besar, Sheikh Mansour tidak hanya menggelontorkan dana untuk membeli pemain-pemain bintang, tetapi juga membangun infrastruktur klub dari akar-akarnya. Sejak awal, pendekatan Sheikh Mansour tidak hanya berfokus pada hasil jangka pendek, tetapi juga pada pembangunan fondasi yang kokoh untuk masa depan. Stadion Etihad, fasilitas pelatihan yang mutakhir, dan pengembangan akademi muda yang bertaraf dunia adalah beberapa contoh investasi jangka panjang yang telah dilakukan.
Namun, yang paling terlihat adalah perubahan langsung di lapangan. Setelah akuisisi, Manchester City segera memecahkan rekor transfer untuk mendatangkan pemain-pemain bintang seperti Robinho, situs slot gacor resmi terpercaya, Carlos Tevez, dan Yaya Touré. Investasi besar ini mulai membuahkan hasil, dan pada tahun 2011, City berhasil meraih trofi Piala FA, yang menjadi trofi utama pertama mereka dalam lebih dari tiga dekade. Setahun kemudian, mereka meraih gelar Liga Premier pertama mereka dalam 44 tahun, dengan kemenangan dramatis pada hari terakhir musim 2011-2012, di mana Sergio Agüero mencetak gol ikonik di menit-menit akhir untuk mengalahkan Queens Park Rangers dan memastikan gelar liga.
Dominasi Manchester City di Inggris tidak hanya berhenti di sana. Di bawah kepemimpinan manajer-manajer berbakat seperti Roberto Mancini, Manuel Pellegrini, dan terutama Pep Guardiola, City terus mendominasi kompetisi domestik. Era Pep Guardiola, yang dimulai pada 2016, membawa revolusi dalam cara City bermain. Di bawah Guardiola, City mengadopsi gaya bermain yang menyerang dengan penguasaan bola tinggi, memaksimalkan potensi dari para pemain berbakat yang didatangkan dengan biaya besar. Dengan filosofi sepak bola menyerang yang indah, Guardiola membawa City meraih gelar Liga Premier pada 2018 dengan mencetak rekor 100 poin, suatu pencapaian yang belum pernah terjadi sebelumnya di era modern.
Di bawah Sheikh Mansour, Manchester City telah memenangkan banyak gelar domestik, termasuk Liga Premier, Piala FA, Piala Liga, dan Community Shield. Dominasi mereka dalam sepak bola Inggris telah menempatkan City di puncak piramida sepak bola, mengalahkan klub-klub tradisional seperti Manchester United, Liverpool, dan Arsenal. Lebih dari sekadar trofi, City juga menciptakan era baru dalam sepak bola Inggris, di mana kekayaan finansial dikombinasikan dengan kecerdasan taktik dan manajemen klub yang profesional.
Namun, perjalanan Manchester City juga diwarnai oleh beberapa kontroversi, terutama terkait dengan Financial Fair Play (FFP) yang diberlakukan oleh UEFA. Beberapa kali, City dituduh melanggar aturan ini karena dianggap menghabiskan lebih dari yang mereka hasilkan melalui pendapatan komersial. Pada tahun 2020, City sempat dijatuhi hukuman larangan bermain di kompetisi Eropa selama dua tahun oleh UEFA karena dugaan pelanggaran FFP. Namun, setelah banding diajukan ke Pengadilan Arbitrase Olahraga (CAS), larangan tersebut dicabut, dan City melanjutkan partisipasi mereka di Liga Champions.
Meski kontroversi ini sempat mengguncang citra klub, prestasi di lapangan tetap menjadi fokus utama. Pada 2021, City berhasil mencapai final Liga Champions untuk pertama kalinya dalam sejarah klub, meskipun mereka kalah dari Chelsea. Meski gelar Liga Champions masih belum diraih, keberhasilan Manchester City di kompetisi Eropa menunjukkan bahwa mereka kini bersaing di level tertinggi sepak bola dunia, dan tampaknya hanya masalah waktu sebelum mereka akhirnya mengangkat trofi paling bergengsi di Eropa.
Keberhasilan Manchester City di bawah Sheikh Mansour tidak hanya terbatas pada sepak bola, tetapi juga memiliki dampak besar pada kota Manchester itu sendiri. Investasi besar dalam infrastruktur, termasuk pembangunan fasilitas komunitas dan akademi, telah meningkatkan citra klub di mata masyarakat lokal. Manchester City bukan hanya klub sepak bola, tetapi juga institusi yang berkomitmen pada pengembangan komunitas dan olahraga di seluruh dunia, terutama melalui program-program yang digagas oleh City Football Group.
Sheikh Mansour telah mengubah Manchester City menjadi kekuatan besar yang tidak hanya bersaing di papan atas Liga Premier, tetapi juga di panggung internasional. Dengan visi jangka panjang, stabilitas finansial, dan kepemimpinan yang kuat, City terus berkembang menjadi salah satu klub terbaik di dunia. Masa depan tampak cerah bagi The Citizens, dan di bawah kendali Sheikh Mansour, dominasi Manchester City di Inggris dan Eropa sepertinya akan terus berlanjut untuk waktu yang lama.